Ibadah haji merupakan suatu kewajiban setiap muslim bagi yang mampu baik dari segi finansial maupun fisik. Rukun islam kelima ini sangat dinanti-nantikan bagi setiap muslim di penjuru dunia terutama muslim di Indonesia yang harus rela mengantre bertahun-tahun demi mendapatkan porsi haji. Untuk menunaikan rukun islam kelima ini, tentunya harus berbekal persiapan yang maksimal selagi menunggu nomor porsi haji seperti persiapan jasmani, rohani serta finansial yang matang.
Para jamaah yang telah mendapatkan porsi haji tentunya berharap menjadi haji yang mabrur, untuk itu para jamaah telah mempersiapkan segalanya untuk menunaikan seluruh rangkaian ibadah haji agar ibadahnya menjadi mabrur dan tidak sia-sia. Semua jamaah berharap bisa melakukan seluruh rangkaian ibadah hajinya, namun perempuan memiliki satu keistimewaan dibandingkan laki-laki yaitu adanya peluang untuk datang bulan (haid).
Haid merupakan suatu kondisi normal yang dialami oleh perempuan yang sudah balig. Dalam keadaan haid seorang perempuan menandakan bahwa tubuhnya dalam keadaan tidak suci. Keadaan tersebut mengisyaratkan bahwa seorang perempuan dilarang melakukan beberapa ibadah seperti sholat, puasa, membaca Al-Qur’an, dll.
Haid merupakan suatu kondisi normal yang dialami oleh perempuan yang sudah balig. Dalam keadaan haid seorang perempuan menandakan bahwa tubuhnya dalam keadaan tidak suci. Keadaan tersebut mengisyaratkan bahwa seorang perempuan dilarang melakukan beberapa ibadah seperti sholat, puasa, membaca Al-Qur’an, dll.
Lantas bagaimana jamaah muslimah dalam keadaan haid melaksanakan rangkaian ibadah hajinya? Peristiwa seperti ini telah dijelaskan pada hadits Nabi, saat ‘Aisyah haid ketika berhaji. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya,
Artinya:
Hadits diatas menjelaskan bahwa, seorang perempuan yang tengah haid diperbolehkan dan sah melakukan seluruh rangkaian haji seperti pada umumnya kecuali tawaf. Tawaf ini dilarang bagi jamaah muslimah yang tengah haid dikarenakan ada 2 pendapat,
Pendapat pertama mengatakan bahwa syarat dari sahnya tawaf harus suci dari hadats besar dan hadats kecil sedangkan haid termasuk dalam kategori hadats besar. Tawaf ini sering diumpamakan seperti shalat, harus dilakukan dalam keadaan suci dari hadas kecil maupun hadas besar. Perempuan yang sedang haid tidak sah melakukannya dan dia dilarang untuk melakukannya.
Pendapat kedua mengatakan bahwa perempuan yang tengah haid dilarang memasuki masjid, sedangkan tawaf dilakukan di dalam Masjidil Haram untuk mengelilingi Ka’bah.
فَافْعَلِى مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوْفِيْ بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي
Artinya:
“Lakukanlah segala sesuatu yang dilakukan orang yang berhaji selain dari melakukan thawaf di Ka’bah hingga engkau suci.” (HR. Bukhari no. 305 dan Muslim no. 1211)
Hadits diatas menjelaskan bahwa, seorang perempuan yang tengah haid diperbolehkan dan sah melakukan seluruh rangkaian haji seperti pada umumnya kecuali tawaf. Tawaf ini dilarang bagi jamaah muslimah yang tengah haid dikarenakan ada 2 pendapat,
Pendapat pertama mengatakan bahwa syarat dari sahnya tawaf harus suci dari hadats besar dan hadats kecil sedangkan haid termasuk dalam kategori hadats besar. Tawaf ini sering diumpamakan seperti shalat, harus dilakukan dalam keadaan suci dari hadas kecil maupun hadas besar. Perempuan yang sedang haid tidak sah melakukannya dan dia dilarang untuk melakukannya.
Pendapat kedua mengatakan bahwa perempuan yang tengah haid dilarang memasuki masjid, sedangkan tawaf dilakukan di dalam Masjidil Haram untuk mengelilingi Ka’bah.
Tawaf Wada’ Seorang Perempuan Yang Sedang Haid
Tawaf wada’ merupakan suatu tawaf penghormatan terakhir ketika kita hendak meninggalkan kota Mekah. Memang tawaf wada’ hukumnya wajib, tetapi ada perkecualian bagi orang yang bermukim di Makkah dan jamaah muslimah yang tengah haid atau nifas. Hal ini didasarkan pada riwayat tentang safiyah.
عَنْ عَائشَة : أنَّ صَافِيَّةَ حَاضَتْ فَذكِرَ ذَلِكَ لِرَسُوْلِالله صلى الله عليه و سلم فَقَالَ: أحَابِسَتُنَا هِيَ؟ قِيْلَ: إنَّهَا قَدْ أفَاضَتْ قَالَ: فَلاَ إذًا ( رواه البخاري)
Artinya :
dari Aisyah ra., bahwasanya Safiyah sedang haid, kemudian disampaikan kepada Rasulullah SAW. Rasulullah lalu bersabda: Apakah dia (Safiyah) masih menghalangi kita (untuk pergi)? Salah seorang sahabat menjawab: Sesungguhnya dia telah melaksanakan tawaf Ifadah wahai Rasulullah. Rasulullah kemudian bersabda: sekarang dia boleh berpisah (dari rombongan kita). (HR. Bukhari)
Sudah jelas bahwa perempuan yang haid diberi keringanan dan boleh meninggalkan tawaf wada’. Jika ia telah bersuci dari haid sebelum meninggalkan kota Mekkah maka ia wajib melaksanakan tawaf wada’, tetapi apabila ia bersikeras untuk meninggalkan kota Mekah tanpa melaksanakan tawaf wada’ disertai dengan alasan yang tidak jelas maka ia wajib membayar dam (Ibnu Qudaimah. Al-Mughni, Jilid III, hlm.489).
Beda lagi jika ia sudah bersuci namun berada di luar kota Mekah, sementara ia sudah berada di atas kapal/pesawat dan kesulitan untuk kembali ke Mekah maka ia diberi keringanan untuk meninggalkan tawaf wada’ serta tidak dikenakan dam. Sebab illat (alasan) ini memiliki hukum yang sama seperti jamaah muslimah yang sedang haid.
Tawaf Ifadhah Bagi Perempuan Yang Haid
Tawaf ifadhah merupakan salah satu rukun haji yang wajib dilakukan apabila ditinggalkan maka hajinya dianggap belum selesai. Lalu bagaimana dengan perempuan yang haid mendekati waktu meninggalkan tanah suci, sedangkan ia belum melaksanakan tawaf ifadhah? Masalah seperti ini ada beberapa pendapat,Pendapat pertama menurut Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa perempuan haid atau nifas dibolehkan melakukan tawaf ifadhah tetapi wajib membayar dam seekor unta.
Sedangkan pendapat yang kedua menurut Ibnu Qoyyim dan Ibnu taimiyah mengatakan perempuan yang haid atau nifas tawaf yang dilakukannya dinilai sah dan tidak membayar dam.
Penggunaan Obat Penahan Haid
Untuk mengatasi masalah haid saat haji, ada solusi yang diusulkan yaitu menggunakan obat penahan haid. Obat penahan haid disebut sebagai alternatif yang cukup efektif untuk menunda datangnya haid. Kemungkinan penundaan haid ini dilakukan oleh sebagian perempuan yang menjalani aktifitas atau ibadah tertentu sehingga ditakutkan mengganggu kegiatan tersebut.Penggunaan obat penahan haid untuk keperluan ibadah telah diterangkan oleh Ibrahim Muhammad jamal yang mengutip dalam Mushannaf Abdu Ar-Razzaq dari Ibnu Umar ra., ketika dia ditanya tentang perempuan yang membeli obat untuk mencegah haid supaya bisa tawaf, maka Abdullah ra. Menjawab:
إبْنُ جُرَيْدِ قَالَ: سُئِلَ عَطَاءُ عَنْ إمْرَأةِ تَحِيْضُ تَجْعَلُ لَهَا َدَوَاءٌ فَتَرْتَفِعُ حَيْضَتُها وَهِيَ فِيْ قُرْئِهَا كَمَا هِيَ تَطُوْفُ؟ قَالَ: نَعَمْ إذَارَأتْ الطُّهْرَ فَإذَا هِيَ رَأتْ خُفُوْقًاوَلَمْ تَرَالطُّهْرَ الاَبيض فَلاَ
Artinya :
Ibnu Juraij berkata: Ata’ ditanya tentang perempuan yang sedang haid menggunakan obat, kemudian haidnya perempuan tersebut terhenti dan dia dalam keadaan suci, apakah dia boleh tawaf? Ata’ menjawab: Boleh, apabila dia tampak ragu-ragu dan belum tampak suci maka tidak boleh.
Berdasarkan kutipan diatas, maka tidak ada larangan penggunaan obat penunda haid tersebut agar perempuan bisa melakukan tawaf ifadah, tetapi penggunaan obat penahan haid ini terlebih dahulu menjalani pemeriksaan kesehatan dan berkonsultasi dengan dokter. MUI pun telah membolehkan penggunaan obat penahan haid yang ditetapkan pada tanggal 12 Januari 1979 dengan penjelasan sebagai berikut:
Semoga tulisan diatas bisa bermanfaat dan menambah wawasan bagi jamaah haji terutama jama’ah perempuan.
Penulis: Salsabila Fajriani (Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
Dimuat : 12/01/2021
- Penggunaan Pil Anti Haid untuk kesempatan ibadah haji hukumnya Mubah.
- Penggunaan Pil Anti Haid dengan maksud agar dapat mencukupi puasa Ramadan sebulan penuh hukumnya makruh. Akan tetapi bagi perempuan yang sukar meng-qada’ pada hari lain, hukumnya mubah.
- Penggunaan Pil Anti Haid selain dari dua (2) hal tersebut di atas, hukumnya tergantung pada niatnya. Bila untuk perbuatan yang menjurus kepada pelanggaran hukum agama, hukumnya haram.
Penulis: Salsabila Fajriani (Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
Dimuat : 12/01/2021